Jumat, 08 Januari 2010

Kecenderungan Baru Mualaf di Inggris


Caroline Bate adalah tipikal perempuan Inggris yang terpelajar. Ia pernah mempelajari bahasa Rusia dan Jerman sebelum akhirnya memilih jurusan manajemen dan mendapatkan gelar kesarjanaan di bidang itu dari Universitas Cambridge.Lalu apa yang membuat Caroline istimewa? Yang membuatnya istimewa adalah minatnya terhadap agama Islam. Caroline mempelajari Islam dan merasa dirinya sebagai Muslim meski secara resmi ia belum mengucapkan dua kalimat syahadat.


Caroline mewakili kalangan muda, kulit putih dan terpelajar di Inggris yang cenderung memiliki minat untuk mempelajari agama Islam. Sejumlah masjid di London mengakui adanya kecenderungan yang makin meningkat itu, bahkan bukan hanya berminat mempelajari Islam tapi juga menyatakan diri masuk Islam, terutama sejak peristiwa serangan 11 September 2001 di AS. Seperti Caroline, warga Inggris yang masuk Islam kebanyakan berasal dari kalangan kelas menengah yang sudah mapan, punya karir yang bagus dan memiliki latar belakang kehidupan pribadi dan sosial yang bahagia.

Dalam artikel "Wajah Baru Islam" yang dimuat di situs Islam For Today, penulisnya, Nick Compton menyebutkan bahwa trend semacam itu bukan hal yang baru di Inggris. Ia menyebutkan sejumlah warga asli Inggris ber "darah biru" yang memutuskan untuk menjadi seorang muslim, misalnya Jonathan Birt, putera dari Lord Birt yang masuk Islam pada tahun 1997 dan Joe Ahmed Dobson, putera mantan Menteri Kesehatan Inggris.

Seperti di negara Barat lainnya, isu Islam radikal juga mengemuka di Inggris pasca peristiwa 11 September. Di Inggris, tokoh muslim Abu Hamza Al-Masri ditudingsebagai tokoh radikal yang telah mencekoki anak-anak muda Muslim dengan pemikiran ekstrim. Tapi di sisi lain, justeru makin banyak kalangan kulit putih dari kelas menengah di Inggris yang masuk Islam. Kebanyakan dari mereka mengetahui Islam dari teman-temannya, dari buku bacaan dan dari para juru dakwah di Inggris yang meyakinkan mereka bahwa Islam bukanlah agama misionaris seperti agama Kristen.

Caroline memiliki pengalaman unik bagaimana pertama kali mengenal Islam dan meyakininya sebagai agama yang sempurna dan paling masuk akal. Semuanya berawal ketika teman sekolahnya menikah dengan seorang muslim asal Tunisia. "Tadinya saya cuma ingin mempelajari sisi budayanya dan bukan agamanya. Tapi dari literatur yang saya baca mendorong saya untuk juga membaca tentang ajaran Islam, yang menurut saya sangat masuk akal dan sempurna," kata Caroline.

Lain lagi pengalaman Roger (bukan nama sebenarnya) yang berprofesi sebaga dokter. Ia mengatakan, sekitar satu setengah tahun yang lalu ia sering membicarakan tentang Islam dengan rekan-rekan kerjanya yang Muslim. "Semua yang saya dengar tentang Islam dari media massa adalah Hizbullah, kelompok gerilya dan sejenisnya. Lalu saya mulai mengajukan beberapa pertanyaan tentang Islam pada kolega saya yang Muslim dan saya sangat prihatin dengan ketidaktahuan saya selama ini," aku Roger yang kemudian memutuskan masuk Islam.

Bagi para mualaf itu, memeluk Islam ibarat melakukan 'operasi penyamaran'. Mereka harus membaca, bicara, mendengarkan dan belajar tentang Islam secara diam-diam. Yang paling berat adalah ketika mereka harus mengakui keislaman mereka pada teman-teman dan keluarga. Banyak diantara mualaf baru itu yang menghadapi rasa takut, skeptis bahkan respon berupa sikap kebencian.

Eleanor Martin, seorang artis di era tahun 1990-an yang kemudian dipanggil Aisya adalah salah seorang mualaf di Inggris yang mengalami masa-masa berat itu. Ia mengenal Islam dari Mo Sesay, seorang muslim, dalam satu acara yang sama-sama dibintangi oleh Eleanor.

"Yang ada di pikiran saya tentang Islam adalah orang Islam suka membunuh dan lelaki muslim suka memukul perempuan. Tapi pikiran itu berubah setelah saya melihat perilaku Mo Sesay. Kami berdiskusi dan Sesay membuka mata saya tentang Islam yang sebenarnya," ungkap Eleanor yang masuk Islam pada tahun 1996.

Awalnya, Eleanor menyembunyikan keislamannya karena takut menghadapi reaksi keras dari teman-teman dan keluarganya. "Saya sangat khawatir dengan reaksi ayah. Ia seorang Kristiani yang taat dan memilih berhenti dari pekerjaannya untuk menjadi pendeta," ujar Eleanor.

Ia lalu bertemu dengan seorang aktor Amerika keturunan muslim Afrika bernama Luqman Ali. Keduanya menikah dan Eleanor punya alasan untuk memberitahukan keislamannya pada keduaorangtuanya. "Saya pulang ke rumah dan berkata, 'saya ingin mengabarkan bahwa saya sudah menikah dan saya sekarang seorang muslim'. Ibu saya menyambut gembira tapi ayah saya langsung berkomentar 'saya pikir saya ingin minum-minum sekarang'," tutur Eleanor menceritakan pengalamannya masuk Islam.

Namun sebagian mualaf mengakui bahwa tinggal di negara yang multi etnis lebih mudah bagii seorang mualaf. Stefania Marchetti kelahiran Milan, Italia yang hijrah ke London untuk kuliah mengakui, kemungkinan akan sulit baginya untuk masuk Islam di Italia. "Media massa Italia sangat anti-Islam dan masyarakat Italia pada umumnya beranggapan bahwa semua lelaki muslim adalah teroris dan semua perempuan muslim adalah budak," ungkap Marchetti yang awalnya beragama Katolik dan masuk Islam pada tahun 2001.

Masjid-masjid di Inggris memberikan bimbingan bagi para mualaf baru dalam menjalani kehidupan baru mereka sebagai muslim. Berdasarkan sensus tahun 2001, jumlah Muslim di Inggris mencapai 1,6 juta jiwa. Sejak sensus itu terjadi kenaikan jumlah muslim di Inggris sebanyak 400.000 orang. Dan menurut Mendagri Inggris, Jacqui Smith pada tahun 2008 tercatat 10 ribu jutawan Muslim di Inggris dan secara umum komunitas Muslim Inggris telah memberikan kontribusi sebesar 3,1 miliar pounsterling per tahun bagi perekonomian Inggris. (ln/IFT/MualafOnline)

Hasan Al-Banna


Hasan Al-Banna dilahirkan di kota Al-Mahmudiyah, propinsi Al-Buhairoh, Mesir tahun 1906 M. Ayahnya bernama Abdurrahman Al-Banna. Beliau adalah seorang ulama di masa itu.

Beliau mendalami ilmu Hadits dan memiliki beberapa karya tentang hadits, khususnya buku beliau yang terkenal “Al-Fathu Ar-Robbani Litartibi Musnadi Al-Imam Ahmad. Sehari-hari Abdurrahman menekuni profesinya sebagai tukang jilid buku dan ahli perbaikan jam.Sebab itu beliau digelar dengan Assa’ati (Ahli Jam).

Hasan Al-Banna tumbuh dan besar dalam keluarga yang dianugerahi ilmu dan kesalehan. Pertama kali menimba ilmu di Madrasah Al-Rasyad Ad-diniyyah, kemudian di SD di Al-Mahmudiyah. Keterlibatannya dalam aktivitas dakawah dan amar makruf - nahi mungkar dimulai sejak dini. Waktu masih SD, Hasan Al-Banna dengan beberapa temannya mendirikan organisasi “Al-Khallaq Al-Adabiyah kemudian “Jam’iyyah Man’il Muharromat”.

Pada tahun 1920 beliau diterima belajar di Darul ulum di kota Damanhur, saat itu beliu sudah menghafal Al-Aqur’an saat berusia 14 tahun dan terlibat demonstrasi nasional melawan penjajahan.

Pada tahun 1923, Hasan Al-Banna pindah ke Kairo untuk melanjutkan studinya di Universitas Darul Ulum. Dari situlah wawasan baru Al-Banna terbuka secara luas. Di samping menghadiri Majlis Thariqat Al-Hashafiyah, beliau juga sangat aktif di Perpustakaan Salafiyah dan majlis-majlis ilmu para ulama Al-Azhar.

Kehadiran beliau di berbagai majlis tersebut selalu memberikan motovasi kepada mereka untuk melakukan amal islami (dakwah) dengan berbagai sarana. Akhirnya, pemikiran dan manhaj (konsep) dakwah semakin matang dalam dirinya. Dengan beberapa temannya, Hasan Al-Banna memulai dakwahnya di beberapa majlis ilmu, warung-warung kopi dan berbagai organisasi yang ada.

Tahun 1927, Hasan Al-Banna lulus dari Universitas Darul Ulum dengan pringkat pertama. Beliaupun diangkat menjadi guru di kota Ismailiyah, Terusan Sues. Iapun pindah ke sana sambil mematangkan manhaj dakwahnya.

Di Ismailiyah, Hasan Al-Banna menjalin hubungan dengan berbagai kalangan masyarakat dan kemudian sampai ke masjid-masjid berupaya meredam berbagai khilafiyah yang berkembang sehingga merobek ukhuwah Islamiyah saat itu.

Melalui ilmu yang dalam dan pengalaman yang matang, Hasan Al-Banna sanggup menyusun manhaj dakwah yang sangat istimewa dan sekaligus mampu mengaplikasikannya di lapangan. Maka bersama enam sudara seperjuangannya, pada bulan Zulqaidah 1347 atau Maret 1928, mereka membentuk embrio jamaah Ikhwanul Muslimin.

Sejak hari pertama kemunculannya, Ikhwanul Muslimin terkenal dengan program “kembali kepada orisinilitas Islam” melalui dua sumber utamanya, yakni Al-Quran dan Assunnah, tanpa disibukkan oleh perkara khilafiyah far’iyyah.

Imam Al-Banna dalam dakwahnya, berkonsentrasi pada mencurahkan semua potensi untuk melahirkan generasi mukmin yang memahami Islam secara benar dengan dasar pemikiran bahwa Islam itu agama dan Negara, ibadah dan jihad, syari’ah (perundang-undangan), peradilan dan semua sistem yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, termasuk di dalamnya pendidikan, sosial, ekonomi dan politik.

Saat Ikhwanul Muslimin lahir, khususnya di Mesir gerakan dakwah didominasi oleh pemikiran dakwah salafiyah dan tarikat-tarikat sufi (tasawuf). Sedangkan pertikaian di antara kedua kelompok tersebut sangat tajam.

Pemikiran Islam nyaris didominasi oleh kalangan ulama Al-Azhar (Azhariyyun). Pengaruh gerakan Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha juga sangat jelas di lapangan. Para cendikiawan dan penulis mati-matian berargumentasi bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban Barat.

Sebab itu, munculnya pemikiran Hasan Al-Banna melalui gerakan Ikhwanul Muslimin yang konprehensif merupakan hal yang baru dalam pemikiran Islam saat itu. Apalagi saat Ikhwanul Muslimin berhasil mencetak generasi Islam baru yang kuat imannya dan intelek pemikirannya sehingga tidak merasakan lagi kebesaran peradaban Barat di banding Islam.

Mereka juga meyakini bahwa tidak akan pernah hakikat ilmiyah (kauniyah) bertentangan dengan kaedah-kaedah syari’yyah tsabitah. Faktor inilah yang menyebabkan Ikhwan berhasil merekrut kalangan pemuda dan ilmuan dari berbagai kalangan, termasuk kalangan Azhariyyun. Semangat keislamanpun berhasil dipompakan kembali oleh Ikhwan ke dalam diri mereka.

Di Ismailyah Al-Banna mulai membangun lembaga-lembaga dakwah. Ia mendirikan masjid dan rumah (markaz) Ikhwan, kemudian Sekolah Islam Hira’ dan sekolah Ummahatul Mukminin. Dakwahnya berkembang pesat di Ismailiyah dan kota-kota di sekitarnya.

Pada tahun 1932, Al-Banna pindah ke ibu kota, Kairo. Kepindahannya ke Kairo, menyebabkan markaz ikhwan pindah pula ke sana. Dari Kairolah gerakan dakwah Ikhwan dirancang Al-Banna untuk dibesarkan dan disebarkan ke seluruh kawasan negeri Mesir dan bahkan ke seluruh dunia.

Semua pikiran, ilmu, tenaga, harta dan apa saja yang dimilikinya, ia curahkan untuk dakwah. Dan tidak terlalu lama, hanya sekitar 20 tahun, dakwah Ikhwan sudah tersebar di seluruh kawasan negeri Mesir dan sebagaian besar dunia Islam, termasuk Indonesia melalui tokoh-tokoh Masyumi, khususnya Muhammad Natsir.

Disamping konsentrasi pembentukan generasi yang tangguh, Hasan Al-Banna juga menyadari betapa pentingnya media massa dalam penyebaran fikrah dan pembentukan opini. Sebab itu, beliau menerbitkan majalah mingguan Al-Ikhwanul Muslimin, Majalah Annadzir dan berbagai bulletin di samping berbagai tulisan beliau yang tersebar di berbagai lembaran dan media.

Konsentrasi beliau terhadap tarbiyah, penyebaran pemikiran dakwah dan pembentukan jamaah dakwah yang kuat, masih menjadi fenomena masa kini di seluruh penjuru dunia Islam.

Hasan Al-Banna berupaya maksimal agar gerakan dakwahnya tidak hanya terbatas di wilayah Mesir, akan tetapi bagaimana bisa mendunia sebagaimana Islam itu sendiri yang bersifat global. Maka tahun 40an, gerakan Al-Banna sudah mencapai semua negeri Arab dan bahkan masuk ke sebagian besar dunia Islam. Untuk itu, Al-Banna dengan rutin mengirim delegasi dakwahnya ke berbagai penjuru dunia Islam sambil mempelajari kondisi umat Islam di sana.

Saat itu memang hampir semua kawasan Islam sedang dijajah kaum colonial Barat Kristen. Sebab itu, hampir semua tokoh pergerakan kemerdekaan saat itu kenal dengan Hasan Al-Banna seperti kawasan Teluk, khususnya Saudi Arabia, Pakistan, India, Indonesia, Sudan, Somalia, Suriah, Jordania, Irak, Tunisia, Aljazair, Maroko dan khususya Palestina.

Hasan Al-Banna memiliki perhatian khusus terkait masalah Palestina. Ia memiliki pandangan yang tajam terkait bahaya Yahudi. Sejak awal revolusi Palestina tahun 1936, Ikhwanul Muslimin merupakan tokoh pembebasan dunia Arab.

Ketika pasukan Arab masuk ke Palestina tahun 1948, para pasukan Mujahidin Ikhwan terlibat dan mengambil peran yang sangat signifikan. Mereka masuk dari sebelah barat lewat Mesir dan dari sebelah timur lewat Suriah. Mereka banyak yang gugur syahid.

Melihat perkembangan Ihkwanul Muslimin yang sangat dahsyat di berbagai lapangan kehidupan, khususnya terbentuknya generasi Mukmin baru yang hanya meyakini Islam sebagai the way of life, para kekuatan anti Islam internasional memerintahkan kepada pemerintah Mesir untuk membubarkan gerakan Ikhwanul Muslimi dengan cara yang amat keji dan kejam.

Para tokoh dan pemudanya dipenjarakan. Kekayaaan mereka disita secara zalim. Mereka biarkan Hasan Al-Banna sendiri di luar penjara agar mudah membunuhnya melalui tangan Raja Faruk di salah satu jalan di kairo pada 14 Rabiuts-tsani 1368 hijriayah, bertepatan dengan 12 Februari 1949.

Hasan Al-Bannapun berhasil meraih cita-cita tertingginya, yakni mati syahid di jalan Allah. Semoga Allah ampuni dosa-dosanya dan melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan melapangkan jalannya menuju syurga. Amin. (Fathuddin Ja'far/i berbagai sumber)