Pendahuluan
Tulisan ini bermaksud memaparkan tentang landasan/asas kurikulum secara umum yang kemudian penulis mencoba menggunakannya untuk membaca kurikulum pengajaran di Indonesia khususnya bahasa Arab (landasan filosofis dan organisatoris) dan menggunakan landasan psikologis, sosiologis/sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengembangan kurikulum pengajaran bahasa Arab.
Adapun data-data dalam tulisan ini diambil dari berbagai sumber diantaranya makalah-makalah dari kuliah pengembangan kurikulum (mata kuliah S1), diktat dosen, makalah dari seminar-seminar, dan beberapa buku pengembangan kurikulum. Sebelum menjelaskan landasan/asas kurikulum lebih lanjut, ada baiknya kita menyegarkan ingatan kita tentang pengertian kurikulum.
A. Pengertian Kurikulum.
Berbagai ragam pengertian kurikulum diberikan, khususnya oleh pakar yang berkompeten dalam bidang tersebut. Secara bahasa kurikulum berasal dari bahasa Yunani currere yang berarti jarak tempuh lari. Dalam olah raga lari tentunya ada jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari dia memulai start sampai dia mencapai finish. Jarak tempuh inilah yang disebut currere. Dalam bahasa Inggris menjadi curriculum. Istilah ini kemudian mulai digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam pendidikan, kurikulum merupakan unsur yang penting.
Tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya kurikulum yang baik. Mengingat pentingnya kurikulum, maka kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana pendidikan. Beragam pengertian kurikulum yang ada menurut Muh. Ali dapat dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu:
1. Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran / bahan ajaran.
2. Kurikulum diartikan sebagai pengalaman belajar yang diperoleh siswa di sekolah.
3. Kurikulum diartikan sebagai rencana belajar siswa.
[1]Sedangkan menurut Oemar Hamalik “Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah”.
[2] Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Undang-Undang RI no 20 tahun 2003 bab 1 pasal 1 No: 19 yang menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”.
[3]Dengan demikian kurikulum adalah suatu bahan tertulis yang berisi tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun dan yang digunakan dalam melaksanakan pengajaran.
B. Asas-Asas Kurikulum
Ada beberapa asas atau landasan dalam kurikulum diantaranya adalah:
1. Asas Filosofis,
2. Asas Psikologis,
3. Asas Sosiologis atau Sosial dan Budaya,
4. Asas Organisatoris.
5. Asas Perkembangan Ilmu dan Teknologi.
6. Asas FilosofisFilsafat dalam arti sebenarnya adalah cinta akan kebenaran, yang merupakan rangkaian dari dua kata philo (cinta) dan shopia (kebijakan).
Dalam batasan modern filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, yang mana diharapkan agar manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta. Sekolah bertujuan mendidik anak menjadi manusia yang baik dalam masyarakat tempat ia hidup. Perbedaan landasan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan. Karena hal ini menyangkut apa saja bahan pelajaran yang akan disajikan guna mencapai tujuan tersebut.
Sebagai induk dari semua pengetahuan, filsafat dapat dirumuskan sebagai kajian tentang ; metafisika yang membahas segala yang ada di alam ini, epistemologi yang membahas kebenaran, dan axiology,yang membahas nilai.Apabila diamati dari unsur-unsur tersebut, tampaknya filsafat mempunyai jangkauan kajian yang sangat luas. Bagi pengembang kurikulum, dengan memiliki pengetahuan filsafat maka akan memberikan dasar yang kuat untuk mengambil suatu keputusan yang tepat dan konsisten. Filsafat membahas segala permasalahan yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut filsafat pendidikan. Walaupun dilihat sepintas filsafat pendidikan ini hanya merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya, yaitu filsafat dan pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat. Menurut Donald Butler, filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan sedangkan praktek pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis.
Dalam makalah ini akan dikemukakan salah satu pandangan tentang filsafat pendidikan, yaitu pandangan John Dewey. Hal itu tidak berarti bahwa pandangan tersebut paling sesuai untuk masyarakat kita atau paling disetujui penulis. Ciri utama filsafat Dewey adalah konsepsinya tentang dunia yang selalu berubah, mengalir, atau on going-ness. Prinsip ini membawa konsekuensi yang cukup jauh, bagi Dewey tidak ada yang menetap dan abadi semuanya berubah. Filsafat Dewey lebih berkenaan dengan epistemologi dan tekanannya kepada proses berfikir. Proses berfikir merupakan satu dengan pemecahan yang bersifat tentatif, antara ide dengan fakta, antara hipotesis dengan hasil. Proses berfikir merupakan proses pengecekan dengan kejadian-kejadian nyata.Apakah pendidikan menurut John Dewey? Pendidikan berarti perkembangan, perkembangan sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi, pendidikan juga berarti sebagai kehidupan. Bagi Dewey, education is growth, development, life. Proses pendidikan bersifat kontinyu, dan merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan pengubahan pengalaman hidup.Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis. Demokratis bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama sebagai way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama.
Tujuan pendidikan merupakan usaha agar individu melanjutkan pendidikannya. Tujuan pendidikan terletak pada proses pendidikan itu sendiri, yakni kemampuan dan keharusan individu meneruskan perkembangannya. Dalam penyusunan bahan ajaran menurut Dewey hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:1. Bahan ajaran hendaknya konkret, dipilih yang benar-benar berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail,2. Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh.Bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran. Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, dan harus mendorong anak untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen.Peranan guru bukan hanya berhubungan dengan mata pelajaran melainkan dia harus menempatkan dirinya dalam seluruh interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. Guru juga harus dapat memilah dan memilih bahan-bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
Metode mengajar merupakan penyusunan bahan ajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia, yang mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi-fungsi dari sekolah adalah:a. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan, karena tidak mungkin memasukkan semua peradaban manusia yang sangat kompleks ke sekolah,b. Membentuk masyarakat yang akan datang lebih baik,c. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah memberikan kesempatan kepada individu memperluas lingkungan hidupnya.
Metode mengajar merupakan penyusunan bahan ajaran yang memungkinkan diterima oleh para siswa dengan lebih efektif. Metode mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.Sekolah merupakan suatu lingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia, yang mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi-fungsi dari sekolah adalah:a. Menyediakan lingkungan yang disederhanakan, karena tidak mungkin memasukkan semua peradaban manusia yang sangat kompleks ke sekolah,b. Membentuk masyarakat yang akan datang lebih baik,c. Mencari keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah memberikan kesempatan kepada individu memperluas lingkungan hidupnya.
Namun suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang kurikulum adalah bahwa pengembang kurikulum tidak bisa hanya menonjolkan filsafat pribadinya, tetapi juga perlu mempertimbangkan filsafat yang lain, antara lain falsafah negara dan falsafah lembaga pendidikan.Setiap negara pasti mempunyai suatu falsafah atau pandangan pokok mengenai pendidikan. Di Indonesia landasan filosofisnya adalah Pancasila. Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita.Tiap lembaga pendidikan mempunyai misi dalam rangka bagian dari pendidikan nasional. Falsafah suatu lembaga pendidikan (Universitas, IAIN, UIN, STAIN, Akademi maupun Sekolah) jarang sekali dinyatakan secara jelas, spesifik dan eksplisit dalam bentuk tertulis. Bahasa Arab masuk wilayah Indonesia dapat dipastikan bersamaan dengan masuknya agama Islam, karena bahasa Arab erat kaitannya dengan berbagai bentuk peribadatan dalam Islam.
Maka tujuan pembelajaran bahasa Arab yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam menunaikan shalat. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, materi yang diajarkan adalah doa-doa shalat serta surat-surat pendek dalam al-Qur’an yang lazim disebut juz amma.[11] Apabila pembelajaran bentuk pertama ini kita lihat dari pendekatan filososfis maka tentunya belum ada tujuan eksplisit yang tertulis yang bisa dijumpai. Orang belajar bahasa Arab semata-mata karena motif agama. Meski demikian secara tersirat sudah ada tujuan yang jelas, yakni bahasa Arab sebagai sarana untuk beribadah.
Pengajaran bahasa Arab yang verbalistik ini dirasa tidak cukup, karena al-Qur’an tidak cukup dibaca hanya sebagai sarana peribadatan saja, melainkan pedoman hidup yang harus dipahami ma’nanya dan diamalkan ajaran-ajarannya. Maka muncullah pengajaran bahasa Arab bentuk kedua dengan tujuan pendalaman ajaran agama Islam, yang tumbuh berkembang di pondok pesantren. Materi pelajaran di pesantren ini meliputi fiqih, aqaid, hadist, tafsir, dan ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, saraf dan balaghah dengan buku teks berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama dari pelbagai abad masa lalu. Pengajaran bahasa Arab bentuk kedua - yang dapat digolongkan ke dalam bentuk pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus - adalah yang paling dominan di tanah air dan diakui kontribusinya dalam memahamkan umat Islam Indonesia terhadap ajaran agamanya. Meski dipandang dari segi penguasaan bahasa Arab, kemahiran yang berhasil dicapai terbatas pada kemahiran reseptif.Bentuk pembelajaran bahasa arab yang kedua ini juga hampir tidak berbeda jauh dengan bentuk pembelajaran bahasa Arab yang pertama. Hanya tujuannya saja yang diperluas, yakni mempelajari atau memperdalam ajaran Islam dan demikian juga materi-materi pelajaran yang diajarkan sudah beragam.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, kebanyakan lembaga-lembaga pendidikan jarang membuat falsafah lembaganya secara tertulis. Falsafah yang dimaksudkan di sini adalah mencakup:
1) alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan itu,
2) prinsip-prinsip pokok yang mendasarinya,
3) nilai-nilai dan prinsip yang dijunjung tinggi, dan
4) prinsip-prinsip pendidikan mengenai anak, hakikat proses belajar mengajar dan hakikat pengetahuan.
Sementara bentuk lain pengajaran bahasa Arab yang ada di Indonesia adalah yang terdapat di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum), meminjam istilah Wajiz Anwar, L.Ph adalah “bentuk yang tidak menentu”. Ketidakmenentuan ini bisa dilihat dari beberapa segi. Pertama, dari segi tujuan, terdapat kerancauan antara mempelajari bahasa Arab sebagai tujuan (menguasai kemahiran berbahasa) atau sebagai alat untuk menguasai pengetahuan lain yang menggunakan wahana bahasa Arab. Kedua dari segi jenis bahasa yang dipelajari, terdapat ketidakmenentuan apakah bahasa Arab klasik, bahasa Arab Modern atau bahasa Arab sehari-hari. Ketiga dari segi metode, terdapat kegamangan antara mempertahankan yang lama (gramatika-terjemah) dan metode baru (all in one sistem, direct methode dll). Melihat fenomena ini pemerintah memang telah melakukan perbaikan-perbaikan, diantaranya dimulai sejak workshop penyusunan silabus pengajaran bahasa Arab untuk tingkat dasar, menengah, dan lanjut (1972) sampai disosialisasikannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (disingkat KBK pada tahun 2004) dalam jajaran pendidikan Indonesia, dan mengadakan pelatihan bagi guru mengenai berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran mutakhir, seperti Pembelajaran Quantum, (Quantum Learning) Belajar Mengajar Kontekstual (Contextual Teaching) dan sebagainya.
Dari segi landasan filosofis, bentuk pengajaran bahasa Arab yang ketiga ini memiliki landasan filosofis yang jelas, yaitu ‘Pancasila’. Namun sayangnya asas filosofis disini nampaknya masih ‘monoton’ atau ‘asas tunggal’ dimana filsafat pendidikan masih belum difungsikan. Sehingga muncullah problem-problem sebagaimana yang dikemukakan oleh Wajiz Anwar di atas. Atau mungkin masalah ‘kegagalan pembelajaran Bahasa Arab’ adalah masalah yang sangat kompleks, sehingga yang perlu diperbaiki bukan hanya sisi landasan filosofisnya saja.
Dari segi landasan filosofis, bentuk pengajaran bahasa Arab yang ketiga ini memiliki landasan filosofis yang jelas, yaitu ‘Pancasila’. Namun sayangnya asas filosofis disini nampaknya masih ‘monoton’ atau ‘asas tunggal’ dimana filsafat pendidikan masih belum difungsikan. Sehingga muncullah problem-problem sebagaimana yang dikemukakan oleh Wajiz Anwar di atas. Atau mungkin masalah ‘kegagalan pembelajaran Bahasa Arab’ adalah masalah yang sangat kompleks, sehingga yang perlu diperbaiki bukan hanya sisi landasan filosofisnya saja.
2. Asas Psikologis
Dalam pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan pendidik serta antara peserta didik dengan orang-orang lainnya. Manusia berbeda dengan mahluk lainnya seperti hewan, benda dan binatang karena kondisi psikologisnya.[13] Kondisi psikologis tiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa sejak kelahirannya.Minimal ada dua bidang psikologi yang mendasari kurikulum, yaitu psikologi perkembangan, karena peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan dan psikologi belajar, karena kemajuan-kemajuan yang dialami peserta didik sebagian besar karena usaha belajar, baik berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun pemecahan masalah.
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. Sementara psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar.Apabila landasan psikologi perkembangan ini kita coba terapkan dalam pembelajaran bahasa Arab maka hal yang pertama kali perlu diperhatikan adalah masalah kesesuaian materi dengan tahap perkembangan peserta didik. Misalnya anak yang masih belajar bahasa Arab di tingkat Madrasah Ibtidaiyah tentunya tidak tepat bila diberi materi pelajaran qawaid. Selain itu dalam menyajikan materi pelajaran dari Madrasah Ibtadaiyah sampai Madrasah Aliyah perlu dirancang sedemikian rupa dengan menjadikan masa/fase perkembangan fisik dan intelektual peserta didik sebagai landasan dan menghasilkan susunan materi yang berangkat dari hal-hal yang mudah menuju hal-hal yang rumit dan kompleks.
Sementara dari teori psikologi belajar kita bisa menerapkan beberapa teori. Misalnya terori Stimulus-Respon dari aliran Behaviorisme.
Sementara dari teori psikologi belajar kita bisa menerapkan beberapa teori. Misalnya terori Stimulus-Respon dari aliran Behaviorisme.
Dengan model reward dan punishment dalam pembelajaran tentunya siswa lebih bersemangat. Berikan saja hadiah yang sederhana misalnya penggaris atau ballpoint untuk setiap jawabnya yang benar yang diberikan oleh siswa. Atau ketika menghukum siswa, berilah hukuman yang edukatif misalnya dengan menyuruh siswa menghafalkan 50 kosa kata baru dalam bahasa Arab.
4. Asas Sosiologis atau Sosial Budaya
Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita dan kebutuhan masyarakat. Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum para pengembang kurikulum hendaknya merujuk pada lingkungan atau dunia dimana mereka tinggal, merespon terhadap berbagai kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beragam golongan dalam masyarakat. Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang harus dipilah-pilah, disaring dan diseleksi agar menjadi suatu keputusan dalam pengembangan kurikulum.
Kompleksitas kehidupan dalam masyarakat disebabkan oleh :
a) dalam masyarakat terdapat tata kehidupan yang beraneka ragam,
b) kepentingan antar individu berbeda-beda, dan
c) masyarakat selalu mengalami perkembangan.
Bila dikaitkan dengan pembelajaran bahasa Arab, maka kita perlu mengambil keputusan dengan tepat, masyarakat membutuhkan belajar bahasa Arab untuk apa? Apakah untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam, atau mungkin sarana komunikasi antar bangsa. Seandainya masyarakat membutuhkan bahasa Arab karena untuk tujuan dunia kerja (TKW) maka tentunya yang lebih ditekankan adalah kemampuan muhadatsahnya (conversation) dan seandainya masyarakat membutuhkan untuk mendalami ajaran-ajaran Islam maka tentunya kemampuan gramatikal dan tarjamah perlu diberikan. Sedapat mungkin kurikulum dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas kemasyarakatan berikut dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada zamannya.
5. Asas Organisatoris.
Asas ini berkenaan dengan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang disajikan. Bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, atau bidang studi seperti yang dilaksanakan di Indonesia, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Hal ini juga muncul dalam Bahasa Arab. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam pengajaran bahasa Arab. Yang pertama integrated system dan kedua separated system. Untuk me refresh ingatan kita, perlu dijelaskan kembali secara singkat tentang dua pendekatan tersebut. Nadhariyatul Wahdah dimaksudkan agar dalam pembelajaran bahasa kita harus melihat bahasa itu sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan sebagai bagian-bagian atau segi-segi yang terpisah dan masing-masing berdiri sendiri. Sedangkan Nadhariyatul Furu’ justru sebaliknya, dalam arti bahasa itu terdiri dari beberapa aspek, baik gramatik, morpologis, sintaksis, semantic, leksikal, stilistik yang harus diajarkan secara terpisah-pisah sesuai dengan cabangnya masing-masing.
Tampaknya landasan organisatoris pengajaran bahasa Arab di Indonesia untuk tingkatan Madrasah Ibtidaiyah sampai dengan Madrasah Aliyah bahkan Perguruan Tinggi (PT) menggunakan pendekatan Nadhariyatul Wahdah. Sehingga pengajaran bahasa Arab disajikan dalam bentuk satu kesatuan bidang studi. Dalam satu kesatuan bidang studi tersebut sudah mencakup materi al-qaidah, al-Qiraah, al-Hiwar, dan Imla’. Sementara untuk jurusan tertentu di perguruan tinggi, seperti Pendidikan Bahasa Arab (PBA) dan Bahasa dan Sastra Arab (BSA) menggunakan pendekatan Nadhariyatul Furu’ di mana materi-materi bahasa Arab disajikan secara terpisah.
6. Asas Perkembangan Ilmu dan Teknologi.
Yang dimaksud dengan asas pengembangan ilmu dan teknologi adalah para pengambil kebijakan kurikulum hendaknya memperhatikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat. Beberapa masyarakat terpencil yang tertutup, dengan adanya transportasi dan komunikasi yang luas berubah menjadi masyarakat yang terbuka dan mau berkomunikasi dengan daerah-daerah lain. Masyarakat yang tadinya hanya konsumtif terhadap hasil-hasil pertanian telah berubah menjadi masyarakat yang lebih konsumtif terhadap produksi industri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga menimbulkan kebutuhan baru, aspirasi baru, sikap hidup baru. Hal-hal di atas menuntut perubahan pada system dan isi pendidikan. Sehingga, pendidikan bukan hanya mewariskan nilai-nilai dan hasil kebudayaan lama, tetapi juga mempersiapkan generasi muda agar mampu hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.Dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa Arab, maka sudah seyogyanya mulai menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang ada sekarang ini. Misalnya untuk keperluan kemahiran istima’, dirancang sebuah software yang bisa dimanfaatkan oleh siswa di labolatorium bahasa atau digunakan secara mandiri. Sehingga problema kegagalan siswa memperoleh kemampuan aktif ekspresif bisa diatasi.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa asas-asas atau landasan kurikulum ada lima, yaitu:1. Asas Filosofis, yaitu suatu asas fundamental yang menentukan ke arah mana tujuan pendidikan hendak diwujudkan. Asas filosofis ini berkaitan dengan falsafah negara, falsafah lembaga pendidikan dan asas filsafat pendidikan. 2. Asas Psikologis, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa kurikulum harus melihat subyek pendidikan adalah manusia yang berbeda dengan mahluk lain karena mempunyai aspek psikologis. Asas Psikologis ini minimal terbagi dalam psikologi perkembangan dan psikologi belajar, karena peserta didik dalam hidupnya berkembang dan belajar. 3. Asas Sosiologis atau Sosial Budaya, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa suatu kurikulum diciptakan harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat pada masa tersebut.4. Asas Organisatoris, yaitu suatu asas yang menyatakan bagaimana nanti bahan pelajaran akan disajikan.5. Asas Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yaitu asas yang menyatakan bahwa suatu kurikulum harus mampu membekali generasi muda dengan kemampuan hidup di masa kini dan masa akan datang.Kelima asas kurikulum tersebut bisa kita gunakan untuk membaca kurikulum pembelajaran bahasa Arab yang ada pada saat ini, ataupun digunakan untuk merencanakan pengembangan kurikulum yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar